PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya, pendidikan, dan agama merupakan tiga bidang yang berkaitan satu sama lain. Ketiga-tiganya berkaitan pada tingkat nilai-nilai yang sangat penting bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Budaya atau kebudayaan umumnya mencakup nilai-nilai luhur yang secara tradisional menjadi panutan bagi masyarakat.
Pendidikan selain mencakup proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan juga merupakan proses yang sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka pembudayaan anak manusia. Sementara itu, agama juga mengandung ajaran tentang berbagai nilai luhur dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan dan kebudayaannya.
Tetapi, ketiga sumber nilai yang penting bagi kehidupan itu dalam waktu-waktu tertentu dapat tidak fungsional sepenuhnya dalam terbentuknya individu dan masyarakat yang berkarakter, berkeadaban, dan berharkat. Budaya, pendidikan dan bahkan agama boleh jadi mengalami disorientasi karena terjadinya perubahan-perubahan cepat berdampak luas, misalnya, industrialisasi, urbanisasi, modernisasi dan terakhir sekali globalisasi.
Kondisi watak atau karakter manusia dewasa ini, sejak dari level internasional sampai kepada tingkat personal individual, khususnya bangsa kita, kelihatan mengalami disorientasi. Karena itu, harapan dan seruan dari berbagai kalangan untuk pembangunan kembali watak atau karakter kemanusiaan menjadi semakin meningkat dan nyaring
Pada tingkat internasional, perdamaian masih jauh daripada berhasil diwujudkan. Bahkan hari-hari kita sekarang ini masih menyaksikan, konflik, kekerasan dan perang di berbagai bagian bumi. Berbagai kekerasan yang mengorbankan nyawa dan harta benda tersebut terkait dengan masih bertahannya kekerasan struktural (structural violence) pada tingkat internasional baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, teknologi, informasi, dan sosial-budaya. Akibatnya, perdamaian hakiki tidak atau belum pernah berhasil diwujudkan.
Pada level bangsa (nation) Indonesia, seperti terlihat dalam sedikit contoh di atas, harus segera diakui bahwa negara kita tidaklah sepenuhnya dalam keadaan in order, bahkan sebaliknya dalam banyak segi masih dalam kondisi disorder. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia hanya mampu mengatasi krisis ekonomi dan politik secara relatif sangat lamban.
Sementara itu, kondisi ekonomi belum sepenuhnya membaik juga; meski mobil-mobil mewah built up semakin banyak melintasi jalan raya. Kehidupan sangat kontras yang mengerikan. Bahkan lebih mengerikan lagi, Indonesia masih saja terancam disintegrasi sosial dan politik baik secara vertikal maupun horizontal. Benih-benih disintegrasi dan konflik-konflik dan kekerasan sosial masih terus potensial tumbuh karena berbagai faktor: politik, sosial, budaya dan agama yang masih rawan.
Banyak keluarga mengalami disorientasi bukan hanya karena menghadapi krisis ekonomi, tetapi juga karena serbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-norma agama, sosial-budaya nasional dan lokal Indonesia.
Akibatnya, tidak heran kalau banyak anak-anak yang keluar dari keluarga dan rumahtangga hampir tidak memiliki watak dan karakter. Banyak di antara anak-anak yang alim dan bajik di rumah, tetapi nakal di sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, dan bentuk-bentuk tindakan kriminal lainnya, seperti perampokan bis kota dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan hanya tidak memiliki kebajikan (righteousness) dan inner beauty dalam karakternya, tetapi malah mengalami kepribadian terbelah (split personality).
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi kenyataan ini. Dan sekolah selalu menjadi kambing hitam dari merosotnya watak dan karakter bangsa. Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah. Menghadapi beragam masalah ini sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knowledge daripada character building, tempat pengajaran daripada pendidikan.
Mempertimbangkan berbagai kenyataan pahit yang kita hadapi seperti dikemukakan di atas, pendidikan karakter merupakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru. Tetapi penting untuk segara dikemukakan bahwa pendidikan karakter haruslah melibatkan semua pihak rumahtangga dan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Karena itu, yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini. Pembentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil selama antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini adalah:
1. Bagaimanakah latar belakang berdirinya pondok pesantren Al-Mumtaz?
2. Bagaimana struktur organisasi dalam pondok pesantren tersebut?
3. Bagaimana keadaan terkait dengan pembentukan karakter di pondok pesantren Al-Mumtaz?
C. Tujuan
Makalah ini dirancang untuk mahasiswa program P. ADP mata kuliah Pendidikan Karakter yang bertujuan untuk:
1. Mengetahui latar belakang berdirinya pondok pesantren Al-Mumtaz.
2. Mengetahui struktur organisasi dalam pondok pesantren tersebut.
3. Mengetahui keadaan santriwan/ wati terkait dengan pembentukan karakter di pondok pesantren Al-Mumtaz.
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdirinya Ponpes dan Panti Asuhan
Seiring dengan keberhasilan pembangunan serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh gencarnya arus informasi di era global ini, permasalahan sosial menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Salah satu contoh yang sangat mudah kita temui misalnya, meningkatnya jumlah anak jalanan yang nyata-nyata belum masuk dalam usia peoduktif akhir-akhir ini.
Bagi anak yang mengalami permasalahan sosial; terpaksa tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, masa depan dan pendidikan mereka akan terancam, padahal mereka adalah generasi penerus yang kita harapkan akan meneruskan estafet bangsa. Untuk mengatasi permasalahan sosial itu diperlukan penanganan yang serius, profesional dan terpadu; antara pemerintah, pekerja sosial dan masyarakat.
Maka dari itu, Bp. M. Khoeron S. Ag. Mempunyai ide untuk mendirikan pondok pesantren Al-Mumtaz. Bp. M. Khoeron juga mendirikan panti asuhan Miftahunnajah yang merupakan salah satu lembaga sosial kemasyarakatan yang bernaung di bawah Yayasan Al Mumtaz, yang berdiri pada tanggal 07 juli 2007, yang berlokasi di desa Pranti Banguntapaan Bantul, Yoyakarta.
Ponpes Al mumtaz dan panti asuhan miftahunnajah didirikan dengan maksud untuk memantapkan proses penanganan kesejahteraan anak bermasalah social, untuk mencapai pembinaan dan pemulihan secara tuntas. Sehinga mereka mampu melaksanakan fungsi social secara baik, yang dilandasi sikap social dan keseimbangan jasmani serta rohani dalam kehidupan bermasyarakat, menuju manusia dewasa yang mandiri dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Serta terwujudnya peran serta masyarakat secara aktif dalam turut serta menangani masalah pendidikan dan kesejahteraan anak, sebagai upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Juga terwujudnya pembinaan anak bermasalah social ekonomi secara berkelanjutan dan proporsional. Sehingga dapat menjadi generasi yang sehat dan sejahtera lahir dan batin, iman dan taqwa kepada Tuhan yang maha Esa.
B. Pengurus
SUSUNAN PENGURUS
PANTI ASUHAN MIFTAHUNNAJAH
Wonocatur Banguntapan Bantul Yogyakarta
PENASEHAT : Ir. Warsono
: K.H. Sholeh Marchaban
K.H. Drs. Ahmad Rodli, MPd.
K.H. Dalhar
K.H. Jalaluddin
K. M. Khoeron, S.Ag
PENGURUS HARIAN
Ketua : Zudiyati Ulfa, S.Sos.I
Sekretaris : Andri Efriadi, S.Sos.I
Bendahara : Nurus Syamsiah
Dibantu oleh seksi-seksi :
A. Seksi Usaha Dana dan Usaha sosial ekonomi produktif:
1. Ust. Narso, S.Ag.
2. Adi Bin Slamet
B. Seksi Rumah Tangga
1. Sri Hidayati, SPd.I
2. Dra. Nazula Wahab
3. Surasmi
C. Seksi Pendidikan dan Keterampilan
1. Ali Muhsin
2. Anis, SPd.
C. Program Panti Asuhan
Seksi | Program |
Pendidikan | 1. Membuat Jadwal Muhadoroh (Mingguan) 2. Membuat Absensi Diniyah ( Harian ) 3. Membuat Kelompok Belajar yang berlaku setelah jam 21.00 WIB ( Harian ) 4. Membuat Jadwal Kultum setelah ‘Isya (Harian) |
Keagamaan | 1. Membaca Al-Qur’an 1 hari 1 juz (Harian) 2. Membuat Jadwal Muadzin (Harian) 3. Membaca Surat Yasin & Tahlil setiap malam Jum’at (Mingguan) 4. Pelatihan Khutbah Jum’at (Mingguan) 5. Khataman Al-Qur’an (Bulanan) 6. Mengadakan Pengajian ISMU setiap pertengahan bulan (Bulanan) |
Keamanan | 1. Membuat Buku Pelanggaran (Harian) 2. Pulang minimal 2 minggu sekali harus ada izin (Mingguan) 3. Mengecek asrama sebelum tidur (Harian) 4. Menertibkan santri (Harian) 5. Tidak boleh kembali ke asrama saat pelajaran (Harian) |
Kesehatan | 1. Menyediakan kotak P3K (Harian) 2. Mengadakan jalan-jalan/lari-lari di hari libur 3. Mengurus surat izin ke Puskesmas 4. Kerjasama program penyuluhan kesehatan dengan puskesmas |
Perlengkapan & Perpustakaan | 1. Melengkapi perlengkapan yang dibutuhkan (Harian) 2. Bertanggung jawab terhadap alat-alat di Pondok (Harian) 3. Bertanggung jawab terhadap buku-buku perpustakaan (Harian) 4. Waktu membaca 24 jam (Putri: Senin, Selasa, Rabu. Putra: Kamis, Jum’at, Sabtu) |
Kebersihan Keindahan Kerapian | 1. Menjaga kebersihan di lingkungan sekitar,meliputi : a. Mengadakan pemeriksaan genangan air di lingkungan sekitar b. Membersihkan kamar mandi & tempat wudlu (Harian) c. Ketika naik ke mushola sandal langsung dirapikan sendiri-sendiri (Harian) d. Merapikan sandal jama’ah pengajian minggu pagi sesuai piket (Mingguan) 2. Mengadakan Pembakaran Sampah setiap hari bagi santri putri (Harian) 3. Mengadakan kerja bakti 2 bulan sekali (Bulanan) |
Sosial | 1. Iuran 2 Minggu sekali Rp 500,- 2. Melakukan Baksos minimal 1 tahun sekali 3. Refreshing (Study Tour) |
D. Pembentukan Karakter di Panti Asuhan
Di ponpes ini para santriwan dan santriwati di ajarkan banyak hal untuk membentuk karakter yang baik . Jadwal kegiatan yang di buat sedemikian rupa secara tidak sadar telah membentuk anak anak di ponpes ini menjadi anak yang mempunyai kedisiplinan tinggi . Kepatuhan para santriwan dan santriwati terhadap peraturan yang di berlakukan di ponpes ini menunjukan sikap disiplin yang mereka miliki. Mungkin juga kedisiplinan itu terwujud karena di ponpes ini di terapkan system point dimana setiap pelanggaran peraturan atau kesalahan diberikan point . Setiap mendapatkan point “kesalahan “ para santriwan dan santriwati akan mendapatkan hukuman atau sanksi seperti menghafalkan kosa kata berbahasa arab. Sistem point ini juga dapat menyebabkan santriwan/ wati dikeluarkan dari pondok pesantren karena akumulasi point yang dilakukan sudah mencapai 100 point.
Sikap saling menghormati juga sangat terlihat di ponpes ini. Sikap dan perilaku bahkan tutur kata mereka terhadap sesama , ustadz dan ustadazah ,bahkan kepada tamu sangat sopan ramah dan bersahabat. Ini terbukti dari ketersediaan untuk melakukan wawancara dengan mereka. Mereka kelihatan antusias dan bersahabat. Tidak hanya dapat menghormati orang lain mereka juga menghormati diri mereka sendiri . Terlihat dari cara mereka berpakaian dan bertutur kata. Pakaian mereka sopan dan tertutup , cara mereka bertutur sangat lembut dan halus, menggunakan bahasa yang sopan meski tidak mesti formal.
Rasa peduli para santriwan dan santriwati tidak hanya terhadap sesama namun mereka juga peduli terhadap lingkungan sekitar mereka. Kepedulian mereka terhadap lingkungan di wujudkan dalam cara mereka menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan pondok. Seperti telah dijelaskan di atas setiap hari para santriwan dan santriwati mempunyai tugas piket harian dan juga mengadakan kerja bakti setiap dua bulan sekali. Kepedulian para santriwan dan santriwati juga di wujudkan dalam bentuk bakti social yang diadakan satu tahun sekali.
Para santriwan dan santriwati juga sangat bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri maupun kepada orang lain . Mereka dapat memposisikan diri mereka di mana mereka berada dan dengan siapa mereka berhadapan. Mereka tahu kapan waktu untuk bercanda atau bersantai dan kapan waktu mereka untuk serius atau belajar.
Meski wawancara kami dilakukan dengan singkat namun dari jawaban jawaban yang mereka berikan kami melihat kejujuranaan dari mereka. Jawaban mereka atas pertanyaan pertanyaan yang kami ajukan begitu polos dan apa adanya. Mungkin ini dikarenakan lingkungan pondok pesantren yang mereka tempati saat ini dirasakan aman dan nyaman serta pelajaran yang mereka dapatkan dari pondok pesantren ini sehingga mereka tidak perlu menutupi atau melakukan ketidakjujuran. Namun meski begitu kejujuran mereka tak sepenuhnya berlaku di setiap tempat atau bidang. Seperti kebanyakan remaja pada umumnya mereka juga seringkali melakukan kecurangan di sekolah seperti mencontek saat ujian , bertanya pada teman saat ulangan dan berbagai kecurangan yang dilakukan pelajar saat ini pada umumnya. Fenomena ini terjadi mungkin karena factor lingkungan sekolah mereka yang di mana para santriwan dan santriwati ini bersekolah di Madrasah aliyah negeri di mana tidak setiap anak merupakan anak pondok pesantren.
Rasa persatuan, kesatuan, kebersamaan, terasa sekali di pondok pesantren ini. Kegiatan yang selalu dilakukan bersama menumbuhkan rasa persaudaraan yang erat di antara mereka. Meski mereka mempunyai latar belakang yang berbeda satu sama lain tidak melunturkan rasa persatuan dan kesatuan yang mereka punya tetapi malah menjadikannya semakin kuat.
Pelajaran yang paling nyata yang saya tangkap dari pondok pesantren ini khususnya para santriwan dan santriwatinya adalah semangat mereka dalam dunia pendidikan sangat tinggi. Keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat besar. Bukan hanya itu usaha yang dilakukan oleh para pengurus untuk membantu mereka agar dapat meneruskan pendidikan mereka juga bisa di acungi jempol. Para santriwan dan santriwati pondok pesantren ini tidak hanya di bekali ilmu exact tetapi juga bekal ilmu agama yang membuat mereka mempunyai kepribadian yang berkarakter.
PENUTUP
A. Saran dan kritik
Menurut saya meski pondok pesantren memiliki banyak keunggulan namun saya rasa masih ada yang perlu diperbaiki . Pertama kurangnya interaksi antara penghuni pondok pesantren dengan lingkungan sekitar. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dengan lingkungan luar akan menimbulkan kekhawatiran akan dampak negative atau pengaruh negative dari luar akan masuk ke lingkungan tersebut . Namun interaksi social sangat di butuhkan di kehidupan ini kita sebagai makhluk social pasti selalu melakukan interaksi dengan sesama sebagai suatu masyarakat.
Kurangnnya informasi yang mereka dapatkan. Tidak adanya alat komunikasi , media massa maupun media elektronik menjadikan mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Isu dan berita apa yang sedang hangat beredar saat ini. Mereka kurang bisa mengikuti teknologi yang telah berkembang saat ini. Padahal di jaman globalisasi saat ini kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi sangat penting.
B. Action Plan
Program yang mungkin dapat mensukseskan penerapan pendidikan karakter ke dalam pendidikan formal adalah dengan cara mangkombinasikan system pendidikan pondok pesantren yang disiplin dan teratur dengan system pendidikan yang kita anut sekarang. Sistem pendidikan saat ini yang lebih mementingkan unsur material akan dapat seimbang jika juga dapat membekali para peserta didik dengan ilmu agama yang kuat serta moral yang baik. Di kemudian hari akan terbentuk manusia yang tidak hanya sekedar cerdas namun juga berkepripadian yang berkarakter.
Untuk action plan yang saya dan teman teman rencanakan untuk Pesantren Al mumtaz adalah sebagai berikut:
· Karena keterampilan santriwan dan santriwati dalam menguasai teknologi komputer kami rasa kurang memadai maka kami berinisiatif mengadakan pelatihan komputer untuk para santriwan dan santriwati.
· Karena minimnya informasi yang didapat oleh para santriwan dan santriwati kami akan mencoba memberi saran kepada para pengurus pondok pesantren untuk memperhatikan masalah tersebut minimal para santriwan maupun santriwati di berikan fasilitas untuk mengunakan media massa seperti koran .